Sweetroses

Thursday, January 10, 2013

Tugas B.Indonesia (Resensi Novel)


HATI TAK PERLU MEMILIH, HATI SELALU TAHU.

Judul                       : Perahu Kertas
Penulis                    : Dewi Lestari – Dee
Editor                      : Hermawan Aksan
Desain Sampul        : Kebun Angan
Penerbit                  : Truedee Pustaka Sejati,
Bentang Pustaka
Tahun Terbit           : 2009
Kategori                  : Novel drama, Romance
Cetakan                   : I, Agustus 2009
                                  II, Agustus 2009
                                 XIII, Maret 2012
Harga                      : Rp. 69.000,00     
Tebal                       : XII  + 444 halaman; 20 cm
Ukuran                    : 20,5 x 13,5
ISBN                       : 978-979-1227-78-0
Resentator               : NurFajri InggaWati, XII – IPA 1

            Perahu Kertas merupakan novel keenam dari Dewi Lestari atau yang lebih akrab dipanggil Dee. Setelah sukses memikat hati para pembaca dengan buku tritologi Supernova-nya, Dee kembali meluncurkan sebuah novel  best seller yang berjudul Perahu Kertas, yang naskah awalnya ditulis pada tahun 1996 dan sempat mati suri selama sebelas tahun karena dilupakan, akhirnya, novel ini pada akhir 2007 kembali di tulis ulang oleh Dee dan  berhasil diselesaikan dalam waktu 55 hari berkat kegigihan dan kenekatan seorang Dee. Bahkan Dee tidak meneruskan novel ini dari bab ke 34 sebagaimana yang dia tinggalkan sebelas tahun yang lalu. Melainkan  Dee menulis ulangnya dari nol, dan Dee pun meresmikan sebuah proyek “bunuh diri”, yakni menulis novel sepanjang 75.000 kata dalam waktu 55 hari kerja.
            Novel Dee kali ini, Perahu Kertas, masih kental dengan tema cinta, dan agak sedikit berbeda dari novel-novel Dee yang lain karna bergenre populer. Novel Perahu Kertas lebih mudah dibaca dikarenakan kata-katanya yang ringan dan tidak terlalu berat, atau mungkin hal ini disebabkan juga oleh tokohnya yang baru saja lulus SMA. Tidak seperti novel Dee yang lain, yaitu Supernova, yang mempunyai kata-kata yang berat dan banyak terdapat istilah-istilah sains di dalamnya. Tetapi, Perahu Kertas juga merupakan novel yang berat jika dibandingkan dengan novel chicklit atau teenlit dikarenakan panjangnya cerita.
            Karena bergenre populer, Para pembaca yang sudah membaca novel-novel karya Dee sebelumnya, mungkin, pada awal-awal membaca novel ini akan beranggapan bahwa ini bukanlah tulisan Dee, dikarenakan karya Dee sebelumnya yang cenderung serius. Kata-kata yang ditulis oleh Dee di novel ini lebih ringan dan gaya bahasanya seperti gaya bahasa para penulis remaja pada umumnya. Namun jika novel ini ditelusuri lebih dalam, kekhasan Dee dalam menulis sebuah cerita pasti akan muncul dalam kata-katanya yang penuh makna dan berisi.
            Sekilas novel Perahu Kertas tampak standar dan biasa-biasa saja karena bertemakan tentang cinta.  Tetapi novel Perahu Kertas membuka sebuah cakrawala baru bagi para pembaca. Cerita tentang cinta namun banyak unsur lain yang mendukung dan kuat dalam novel ini yang membuat novel ini begitu inspiratif dan edukatif, seperti tentang mimpi, persahabatan, dan kekeluargaan. Perahu kertas juga memiliki filosofi tentang sebuah pilihan dalam hidup, seperti, “Apakah kita harus menjadi orang lain terlebih dahulu sebelum kita menjadi diri kita sendiri?”  dan Penggambaran tokoh, latar, dan alur yang begitu kreatif dan jelas membuat para pembaca novel Perahu Kertas tidak segan untuk bermain dengan dunia imajinasinya dan membayangkan secara nyata apa yang terjadi dalam cerita novel ini. Dengan dua tokoh utama bernama Kugy dan Keenan, dan tokoh-tokoh remaja lainnya dalam novel ini tampil dalam waktu rentang empat tahun, dimulai saat Kugy dan Keenan memulai masa perkuliahannya di Bandung.
            Dimulai dari kisah seorang Keenan, remaja yang baru saja lulus SMA, yang selama enam tahun tinggal bersama neneknya di Amsterdam – Belanda. Keenan adalah seorang remaja cerdas, artistik, dan bermimpi menjadi pelukis. Namun karena perjanjian dengan Ayahnya, Keenan terpaksa pulang ke Indonesia dan berkuliah di Bandung, di Fakultas Ekonomi yang diinginkan oleh Ayahnya. Sementara Keenan sendiri sangat tidak menginginkannya dan lebih memilih untuk menjadi seorang pelukis dibandingkan seorang businessman. Keenan memiliki bakat melukis yang kuat dari ibunya dan dia tidak mempunyai cita-cita lain selain menjadi pelukis. Sementara, di sisi lain, ada Kugy, seorang gadis mungil yang aneh, unik, cuek, pengkhayal, berantakan dan bercita – cita sebagai juru dongeng, yang cenderung banyak kejutan di dalam kehidupannya. Kugy juga akan berkuliah di universitas yang sama dengan Keenan. Tak beda dengan Keenan, Kugy juga mempunyai cita-citanya sendiri, yaitu menjadi juru dongeng. Kugy sangat menggilai dongeng. Tak hanya mengkoleksi buku-buku dongeng dan punya taman bacaan di loteng rumahnya, Kugy juga sangat senang menulis dongeng. Walaupun Kugy yakin menjadi seorang juru dongeng bukanlah profesi yang meyakinkan yang akan diterima dengan mudah oleh khalayak umum. Tetapi, Kugy tak ingin lepas begitu saja dari dunia tulis menulis, Kugy lantas meneruskan pendidikannya di Fakultas Sastra.
            Kugy dan Keenan dipertemukan lewat pasangan Eko dan Noni, saat Eko, kekasih Noni, harus menjemput Keenan yang notabene adalah sepupunya. Sementara Noni merupakan sahabat Kugy sejak mereka berdua masih kecil. Dan mulai saat itulah Mereka berempat akhirnya bersahabat.
            Perkenalan Kugy dan Keenan di awal masa kuliah mereka ternyata pelan-pelan melahirkan perasaan saling mengagumi dan tanpa mereka sadari mereka saling jatuh cinta, tanpa pernah ada kesempatan untunk saling mengungkapkan. Namun, situasinya menjadi rumit dengan fakta bahwa Kugy masih menjalin hubungan dengan Joshua – Ojos, dan di sisi lain, Noni dan Eko tengah berupaya mencomblangkan Keenan dengan seorang sepupu Noni bernama Wanda yang merupakan seorang curator muda. Dari titik inilah, ketegangan kisah cinta Kugy dan Keenan yang sebenarnya dimulai.
            Persahabatan empat sekawan itu mulai merenggang sejak adanya Wanda. Kugy yang mulai menyadari rasa cemburunya terhadap Keenan dan Wanda lebih memilih menghindar dan mulai menjalani kegiatannya yang baru dan sibuk dengan kegiatan itu, yakni menjadi guru relawan di sekolah darurat bernama Sakola Alit. Di sanalah Kugy bertemu dengan Pilik, muridnya yang nakal namun cerdas. Pilik dan kawan-kawannya berhasil Kugy  taklukkan dengan cara, membuatkan mereka kisah petualangan dengan mereka sebagai tokohnya, yang diberi judul: Jendral Pilik dan Pasukan Alit.  Kugy menuliskan kisah petualangan murid-muridnya itu di sebuah buku tulis, yang kelak diberikan kepada Keenan. Keenan akhirnya memutuskan untuk berhenti kuliah dan memilih menjadi seorang pelukis, setelah di beritahu oleh Wanda bahwa lukisannya habis terjual, dan hal itu mendapat penentangan yang besar dari Ayahnya. Hubungan Keenan dan Wanda yang semula mulus, akhirnya hancur dalam semalam, setelah terbongkarnya kebohongan yang Wanda buat. Begitu juga dengan impian Keenan yang selama ini ia bangun dan perjuangkan, kandas dengan cara yang mengejutkan bersamaan dengan hancurnya hubungan ia dengan Wanda. Dengan hati hancur, Keenan meninggalkan kehidupannya di Bandung dan keluarganya di Jakarta, lalu ia pergi ke Ubud dan tinggal bersama Pak Wayan yang ia ketahui sebagai sahabat ibunya.
Hari-hari bersama keluarga Pak Wayan, yang semuanya merupakan seniman-seniman yang cukup disegani di Bali, sedikit demi sedikit mulai mengobati hati Keenan. Sosok yang cukup berpengaruh yaitu Luhde Laksmi, keponakan Pak Wayan. Keenan pun akhirnya mulai bisa melukis lagi. Berbekal kisah petualangan Jendral Pilik dan Pasukan Alit yang diberikan oleh Kugy, Keenan membuat lukisan-lukisan serial yang menjadi terkenal dan diburu oleh para korektor.
Kugy, yang kesepian dan kehilangan sahabat-sahabatnya di Bandung, mulai menata ulang hidupnya. Ia cepat-cepat lulus kuliah dan langsung bekerja di sebuah biro iklan di Jakarta sebagai copywritter. Di sana, ia bertemu dengan Remigius Aditya, atasan yang sekaligus sahabat abangnya, Karel. Dengan cara yang tidak terduga karier Kugy naik daun dan menjadi orang yang diperhitungkan di kantor itu karena pemikirannya yang ajaib dan serba spontan. Namun sosok Remigius tidak melihat Kugy dari sisi itu. Remi menyukai Kugy tidak hanya dari ide-idenya, tapi juga semangat dan  keunikan Kugy. Dan akhirnya Remi pun harus mengakui bahwa ia jatuh hati pada Kugy. Sebaliknya, ketulusan Remi meluluhkan hati Kugy dan membuatnya memilih Remi.
Keenan tidak bisa selamanya tinggal di Bali. Kondisi kesehatan ayahnya yang memburuk, memaksanya untuk pulang ke Jakarta dan harus menjalankan perusahaan ayahnya karena tidak mempunyai pilihan lain. Pertemuan antara Keenan dan Kugy tidak bisa terelakkan. Bahkan empat sahabat ini bertemu lagi dan bercanda seperti masa-masa dulu. Semuanya dengan kondisi yang berbeda. Dan kembali hati mereka diuji. Kisah cinta dan persahabatan selama lima tahun ini pun berakhir dengan kejutan bagi semuanya. Akhirnya setiap hati hanya bisa memasrahkan dirinya kemana aliran cinta membawanya.
Lebih dari sekadar kisah cinta biasa, kisah Kugy dan Keenan menyimpan kisah panjang pencarian diri yang otentik. Gagasan ini, jika disederhanakan dan diungkapkan dengan bahasa populer kalangan remaja, akan serupa dengan upaya untuk ''menjadi diri sendiri''. Tentang bagaimana Kugy dan Keenan merawat impian-impian, kata hati, pilihan hidup, dan cita-cita mereka, berhadapan dengan kompleks realitas hidup di lingkungannya masing-masing yang tak sederhana, dilematis, dan kadang tampak pahit.
Walaupun banyak latar yang dipakai oleh novel ini, yaitu Belanda, Jakarta, Bandung, Pantai Ranca Buaya, dan Ubud, tidak sama sekali membuat para pembaca kebingungan saat membacanya dan menjadikan novel ini banyak detail-detail penjelasan latar yang tidak diperlukan. Tetapi sebaliknya, cerita ini mengalir bagai perahu kertas. Meskipun pada bagian bahasa Balinya menggunakan bahasa yang termasuk kasar karena ejekkan tetapi tidak mengurangkan nilai novel Perahu Kertas di hati para pembaca.
Di bagian seperempat terakhir novel, pembaca akan menemukan bagian-bagian yang sangat menentukan bagi penyelesaian konflik dan keseluruhan alur kisah novel yang sebenarnya sudah lebih dulu dilansir dalam versi digital (WAP) pada April 2008. Di bagian ini, pembaca akan menemukan ''Dee yang sebenarnya'', yang menghadirkan renungan-renungan hidup yang mendalam dengan gaya bicara tokoh-tokoh novel yang usianya kebanyakan masih belia. Memang, pembaca tidak akan terlalu dibebani dengan metafor-metafor berat dan filosofis yang cukup serius, seperti dalam Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh. Namun, hal ini tidak mengurangi kualitas dan kedalaman refleksi Dee.
Kesimpulan yang bisa didapatkan oleh para pembaca novel Perahu Kertas sendiri  adalah pujian-pujian yang mampu membangkitkan semangat untuk membaca novel ini sendiri. Novel ini begitu edukatif dikarenakan kita bisa banyak belajar dari novel ini. Mulai dari bagaimana kita harus tetap semangat dalam meraih mimpi-mimpi kita.  Dan ada satu kutipan kata yang begitu mengena dalam novel ini, “Kita harus menjadi sesuatu yang bukan diri kita, untuk akhirnya menjadi sesuatu yang merupakan diri kita sendiri”. Terkadang tidak semua mimpi kita bisa kita raih begitu saja. Banyak pengorbanan yang harus dilakukan dan salah satunya adalah menjadi apa yang bukan diri kita inginkan, seperti halnya Kugy. Untuk menjadi seorang juru dongeng tidak semudah membalikan telapak tangan. Kugy berpikir, dia harus mempunyai profesi yang layak dan menghasilkan gaji yang cukup untuk memenuhi kehidupannya. Baru setelah itu, dia mempunyai profesi sampingan berupa juru dongeng.
Dari novel ini kita belajar arti dari sebuah perjuangan dalam meraih cita-cita dan impian yang kita damba-dambakan. Jadi, untuk seseorang yang sedang putus asa dan kehilangan semangatnya, novel ini layak dikonsumsi untuk membangkitkan semangat dan menambah inspirasi. Dibumbui kisah cinta yang begitu membuat emosi melonjak-lonjak, novel Perahu Kertas sangat membantu kita untuk belajar lebih lanjut apa arti dari cinta itu sendiri. Seperti perahu kertas yang dihanyutkan di parit, di empang,  di kali, di sungai, tapi selalu bermuara di tempat yang sama. Meski pahit, sakit, dan meragu, tapi hati sesungguhnya selalu tahu.

No comments:

Post a Comment